Harga minyak melemah pada perdagangan pagi hari ini dipengaruhi indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang naik membuat emas hitam menjadi mahal bagi pemegang mata uang lain.
Berdasarkan data Refinitiv pada perdagangan Jumat (19/7/2024) pukul 9.45 WIB harga minyak mentah Brent tercatat US$84,57 per barel, turun 0,5%. Sementara acuan West Texas Intermediate (WTI) melemah 0,85% menjadi US$82,121 per barel.
Indeks dolar AS naik untuk sesi kedua berturut-turut setelah data pasar tenaga kerja dan manufaktur AS yang lebih kuat dari perkiraan pada awal pekan. Penguatan greenback mengurangi permintaan minyak dalam mata uang dolar dari investor yang memegang mata uang lainnya.
Sementara itu, kurangnya langkah-langkah stimulus yang konkrit dari sidang pleno China sebagai importir utama minyak mentah global, kata analis ANZ Daniel Hynes.
Perekonomian China tumbuh lebih lambat dari perkiraan sebesar 4,7% pada kuartal kedua, menurut data resmi, sehingga memicu kekhawatiran terhadap permintaan minyak negara tersebut.
Di sisi ekonomi lainnya, inflasi inti Jepang meningkat pada Juni, membuka peluang bagi kenaikan suku bunga di pasar minyak utama.
“Minyak mentah berada di bawah tekanan di tengah nada risk-off (penghindaran risiko) yang lebih luas di seluruh pasar,” kata Hynes.
Harga minyak mendapat dukungan dalam dua sesi sebelumnya setelah pemerintah AS melaporkan penurunan stok minyak mingguan yang lebih besar dari perkiraan.
Namun, analis di perusahaan konsultan FGE mengatakan tren persediaan yang lebih luas terlihat lebih bearish dari perkiraan pada bulan ini. Mereka mencatat bahwa stok minyak mentah berkurang lebih lambat dari biasanya pada tahun ini dan stok bahan bakar global meningkat pada minggu lalu.
Sementara itu, kelompok produsen OPEC+ kemunginan tidak mengalami perubahan kebijakan produksi, termasuk rencana untuk mulai mengurangi satu lapis pengurangan produksi minyak mulai bulan Oktober, tiga sumber mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis.