Wewenang Makin Kuat Untuk Intip Rekening, Ditjen Pajak

Foto: Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara bersama para petinggi di Kementerian Keuangan memimpin konferensi pers penjelasan atas penanganan internal saudara RAT di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (24/2/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mendapatkan ‘amunisi’ dalam bentuk regulasi baru dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Regulasi ini memberikan akses kuat kepada DJP untuk mendapatkan informasi keuangan guna mengawasi perpajakan.

Regulasi baru itu ialah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas PMK No. 70/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, PMK 47/2024 memuat regulasi anti penghindaran untuk Akses Informasi Keuangan (AIK) sesuai dengan standar internasional.

“Regulasi anti penghindaran AIK tersebut bertujuan untuk mencegah skema penghindaran kewajiban identifikasi rekening keuangan serta pelaporannya,” kata Dwi kepada CNBC Indonesia, Minggu (11/8/2024).

Dwi menegaskan, pada dasarnya, DJP berwenang melakukan pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban AIK. Di dalam PMK 47 Tahun 2024, prosedur awal terkait pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban AIK dimulai dari penelitian terhadap pemenuhan kewajiban AIK.

Oleh sebab itu, dalam Pasal 30A PMK 47/2024 itu disebutkan setiap orang dilarang melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban pemberian informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Setiap orang itu termasuk lembaga jasa keuangan (LJK), LJK Lainnya; Entitas Lain; pimpinan dan/atau pegawai LJK; pimpinan dan/atau pegawai LJK Lainnya; pimpinan dan/atau pegawai Entitas Lain; Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi; Pemegang Rekening Keuangan Entitas; penyedia jasa; perantara; dan/atau pihak lain.

Dalam pasal itu, DJP pun diberi kewenangan baru untuk menentukan kesepakatan dan/atau praktik sebagai suatu kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban pemberian akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

“Perlu kami tegaskan, Bank merupakan salah satu jenis lembaga keuangan pelapor informasi keuangan dan berkewajiban untuk melakukan identifikasi rekening keuangan (due diligence) serta melaporkannya kepada DJP seusai standar yang berlaku sebagaimana dituangkan dalam PMK 70 Tahun 2017 stdtd PMK 47 Tahun 2024,” ujar Dwi.

Adapun prosedur identifikasi rekening keuangan, lembaga keuangan pelapor diwajibkan untuk mengidentifikasi pemegang rekeningnya, seperti negara domisili perpajakannya dan nomor identitas perpajakannya.

Ketentuan mengenai Prosedur Identifikasi Rekening Keuangan dan Dokumentasi tertuang dalam pasal 9 dan pasal 10 PMK No. 70 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 47 Tahun 2024.

“Pada hakikatnya, PMK No. 47 Tahun 2024 memberikan penguatan terkait aturan tentang AIK di Indonesia serta bertujuan agar tetap konsisten dengan standar pertukaran informasi keuangan yang berlaku secara internasional,” ujarnya.

Sebagai informasi, dalam Pasal 10A PMK 47/2024 disebutkan bahwa lembaga keuangan pelapor dilarang untuk memberi layanan pembukaan rekening baru dan transaksi bagi nasabah yang menolak ketentuan identifikasi rekening keuangan dan dokumentasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 PMK 70/2017.

“Lembaga keuangan pelapor tidak diperbolehkan melayani pembukaan Rekening Keuangan Baru bagi orang pribadi dan/atau entitas; atau transaksi baru terkait Rekening Keuangan bagi pemilik Rekening Keuangan Lama, yang menolak untuk mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,” tercantum dalam Pasal 10A PMK 47/2024.

Pasal 10A itu merujuk ketentuan Prosedur Identifikasi Rekening Keuangan dan Dokumentasi dalam Pasal 9 PMK 70/2017. Pasal 9 menyebut lembaga keuangan pelapor wajib melaksanakan prosedur identifikasi Rekening Keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi atau entitas yang Negara Domisili dari orang pribadi atau entitas tersebut merupakan Yurisdiksi Asing.

Ayat 5 Pasal 9 juga menegaskan dalam hal diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, lembaga keuangan pelapor yang memperoleh atau menyelenggarakan dokumentasi dalam bahasa lain selain Bahasa Indonesia, harus memberikan terjemahan dokumentasi dalam Bahasa Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*