Prabowo Minta Suntik Mati PLTU Dipercepat 15 Tahun, Ini Kata Bahlil

Keterangan pers Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, 31 Oktober 2024. (Dok: Biro Pers Istana Presiden)

Presiden RI Prabowo Subianto mengungkapkan rencana pemerintah akan ‘menyuntik mati’ Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di dalam negeri dalam kurun waktu 15 tahun ke depan.

“Kami juga memiliki sumber daya panas bumi yang luar biasa, dan kami berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan semua pembangkit listrik tenaga fosil dalam 15 tahun ke depan. Kami berencana untuk membangun lebih dari 75 gigawatt tenaga terbarukan dalam 15 tahun ke depan,” jelas Prabowo saat menghadiri sesi ketiga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil, Selasa (19/11/2024).

Menanggapi rencana yang diungkapkan oleh Prabowo, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo mengungkapkan hal tersebut sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mencapai target netral emisi karbon (Net Zero Emission/NZE) tahun 2060 mendatang.

“Apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden Prabowo itu sebagai bentuk komitmen dalam rangka Indonesia menuju Net Zero Emission 2060. Sudah barang tentu itu dalam penyampaiannya Bapak Presiden Prabowo, kami sebagai pembantunya akan melakukan penyesuaian-penyesuaian,” ungkap Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/11/2024).

Selain itu, Bahlil mengungkapkan pihaknya saat ini tengah mengkaji perihal PLTU mana saja yang akan dipensiunkan. Salah satu pertimbangannya adalah lantaran saat ini pembangkit listrik yang memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT), yang dinilai sebagai energi yang bersih, butuh mengocek dana.

“Nah terkait dengan pensiun beberapa pembangkit listrik, kita lagi exercise. Karena energi baru terbarukan itu penting bagi bangsa kita, tapi tidak mesti membebani negara kita dan masyarakat kita. Ini yang kita lagi ada exercise,” imbuhnya.

Selain itu, Bahlil menyebutkan salah satu PLTU yang saat ini tengah dikaji untuk dipensiunkan adalah PLTU Cirebon-1, Jawa Barat. Dia menegaskan jika program pensiun PLTU di Indonesia dengan mengganti PLTU batu bara menjadi pembangkit EBT tidak boleh sampai membebani keuangan negara.

“Karena pasti energi baru terbarukan itu harganya mahal. Itu sudah pasti mahal. Ini antara komitmen kita dengan dunia dan kondisi dalam negeri. Nah karena itu bertahap, kita akan dorong ke sana bertahap,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan 13 PLTU tersebut rencananya akan diakhiri masa operasinya sebelum 2030. Bahkan terdapat salah satu PLTU yang berpotensi pensiun dini pada 2028.

“Nah itu termasuk dalam list 13 itu. Jadi ada yang 2028. Kayaknya paling cepat 2028 deh. Tetapi ini kan bottleneck-nya itu mungkin identifikasi statusnya di PLN-nya,” kata Eniya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Rabu (21/8/2024).

Eniya membeberkan dari 13 unit PLTU tersebut, beberapa diantaranya apabila dibiarkan saja sebetulnya juga akan mati dengan sendirinya pada 2030. Karena itu, pihaknya memilih skema coal phase down. Dalam skenario ini, operasi PLTU akan dibiarkan hingga berakhirnya kontrak jual beli listrik.

“Karena memang ada umur-umur yang sudah tua. Memang ada. Yang kalau istilahnya Pak Menteri itu natural, pensiun secara natural. Ini dibiarkan juga pensiun. Itu sebelum 2030 ada list-nya itu,” kata dia.

Meski tidak membeberkan secara detail rincian 13 PLTU yang dimaksud, namun ada beberapa nama-nama PLTU yang disebut Eniya. Misalnya seperti PLTU Suralaya di Banten, PLTU Paiton di Jawa Timur dan PLTU Ombilin di Sumatra Barat.

“Kalau yang sekarang dibahas itu yang kayak Suralaya, Paiton. Itu termasuk di dalam 13 list itu. Kayak Ombilin di Sumatera. Kalau kita suggest Ombilin itu termasuk yang tercepat dimusnahkan aja bisa itu,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*