Pembentukan super holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) diperkirakan belum memiliki efek positif bagi emiten-emiten yang tergabung di dalamnya.
Pengamat Pasar Modal Budi Frensidy menilai Danantara akan berdampak ke pasar modal bila super holding yang rencananya menaungi tujuh BUMN itu melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau go public.
“Ya efeknya ke pasar modal nggak jelas. Kecuali nanti dia sudah dibentuk go public. Nah berarti ada big cap. Mungkin paling besar bahkan. Tapi kalau mau efeknya sebagai katalis positif di bursa efek, ya ada dana masuk,” kata Budi saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Kamis, (28/11/2024).
Selain itu, Budi berharap Danantara ke depan bisa menjadi market maker atau liquidity provider “Supaya saham-saham BUMN ini ada market maker-nya atau liquidity provider yang membuat dia tidak mudah jatuh, cenderung lebih mudah naik. Karena ada liquidity provider yang punya dana untuk men-support, untuk murah ambil, murah ambil,” kata Budi.
Adapun berdasarkan informasi yang beredar, Danantara akan menaungi tujuh BUMN besar di Indonesia, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan MIND ID. Dengan demikian setidaknya ada 6 emiten pelat merah yang ada di bawah Danantara secara langsung maupun tidak langsung.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto akan meluncurkan lembaga Daya Anagata Nusantara (Danantara) beserta dengan besaran dana kelolaannya pada 7 November 2024 mendatang.
Prabowo juga telah menunjuk Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2012-2017 Muliaman Darmansyah Hadad sebagai Kepala Badan Pengelolaan Investasi Danantara untuk mengelola dana investasi di luar APBN melalui skema Sovereign Wealth Fund (SWF).