Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Eddy Soeparno mengungkapkan bahwa pihaknya mengusulkan perubahan skema pemberian subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari yang saat ini berlaku subsidi pada produk, diubah menjadi subsidi langsung atau bantuan langsung tunai (BLT) kepada warga yang berhak.
Masyarakat Indonesia yang termasuk dalam kategori penerima subsidi LPG 3 kilo gram (kg) nantinya bisa menerima bantuan berupa nominal uang hingga Rp 100 ribu per bulan. Ini dengan asumsi besaran subsidi LPG 3 kg per tabung kini telah mencapai Rp 33.000. Bila salam satu bulan warga menggunakan 3 tabung, maka besaran subsidi tunai ke warga bisa mencapai sekitar Rp 100.000 per bulan.
Eddy memperkirakan usulan itu bisa berjalan pada tahun 2026 mendatang, dibarengi dengan penyesuaian penyelesaian Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Saat ini pemikirannya adalah setiap rumah tangga akan mempergunakan 3 tabung LPG per bulannya. Ada yang 3, ada yang 4. Nah jadi nanti subsidi yang Rp 33 ribu itu akan ditransfer kepada masyarakat. Rp 33 ribu dikali 3 tabung kurang lebih Rp 100 ribu, Rp 99 ribu. Nah itu setiap bulannya akan ditransfer kepada penerima rekening,” jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, dikutip Jumat (19/7/2024).
Adapun, skema pemberian nominal uang sebagai subsidi LPG kepada masyarakat tersebut akan diberikan melalui transfer kepada masing-masing rekening masyarakat yang terdata dalam DTKS.
Sementara, kata Eddy, bagi masyarakat yang tidak memiliki rekening untuk bisa ditransfer uang oleh pemerintah maka akan diberikan secara tunai oleh petugas yang ditugaskan.
“Ya, jadi kurang lebih 95% dari kalangan masyarakat yang masuk dalam DTKS itu sudah memiliki rekening. Sudah memiliki rekening yang saat ini sudah menyebar bahkan sampai ke pelosok sekalipun melalui jaringan Bank Rakyat Indonesia, BRI. Nah ada sekitar mungkin 3% masyarakat yang memang masih belum terjangkau dan itu adalah masyarakat yang nanti akan didatangi oleh petugas untuk diberikan dananya secara tunai. Nah itulah yang dipergunakan,” kata Eddy.
Eddy menyadari, untuk bisa mengaplikasikan skema baru yang diusulkan tersebut membutuhkan waktu untuk bisa diterapkan. Alasannya, pemerintah harus menyempurnakan data siapa yang berhak menerima bantuan dana tunai tersebut.
“Saya kira 2025-2026 merupakan momentum yang tepat untuk bisa memperlakukan itu. Pertumbuhan ekonomi kita juga sudah cukup baik sehingga memang daya beli masyarakat juga sudah terlihat ada peningkatan. Jadi kami berharap dengan sistem ini kita bisa melihat adanya pengurangan volume dan ada pengurangan subsidi” tutupnya.