PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) memutuskan untuk tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2023. Direktur dan Sekertaris Perusahaan Heru Budiman mengatakan, jika membagikan dividen, maka ada kemungkinan pinjaman mungkin bisa meningkat jika suku bunga kembali naik.
“Perseroan tidak membagikan dividen dari laba tahun 2023 sebagai sikap yang berhati-hati untuk menghadapi kondisi ekonomi saat ini,” katanya dalam paparannya, dikutip Jumat (30/8).
Selain itu, perseroan juga mencermati kondisi perekonomian global yang mempengaruhi bisnis GGRM.
“Kita juga menyadari kondisi keuangan ke depan termasuk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi Amerika Serikat itu masih juga gonjang-ganjing tidak menunjukkan arah yang jelas, diperkirakan turun tidak turun, diperkirakan naik tidak naik,” jelasnya.
Namun, kata dia perseroan dapat kembali membagikan dividen kepada pemegang saham. Akan tetapi, hal itu mesti melihat kondisi perekonomian ke depan, utamanya soal suku bunga.
“Kalau memang tahun 2024 ini yang sampai saat ini belum menunjukkan penurunan (suku bunga), tapi akan turun, bagi dividen yang lebih itu bisa dilaksanakan,” sebutnya.
Di siai lain, Ia juga menjabarkan, GGRM mencatat penurunan pendapatan maupun profitabilitas akibat adanya kenaikan cukai sementara daya beli cenderung stagnan tahun ini. Pendapatan GGRM turun sebesar 10,4% sepanjang semester I tahun 2024 menjadi Rp 50 triliun dari sebelumnya Rp 55,8 triliun.
Manajemen menyebut, turunnya volume penjualan akibat kenaikan harga jual kepada konsumen, dimana daya beli masyarakat (khususnya kelas menengah ke bawah) masih stagnan.
“Di tengah situasi ini, ketika sektor tembakau terus menghadapi kenaikan beban cukai yang signifikan secara berkelanjutan, kondisi pasar tetap penuh tantangan,” tuturnya.
Pendapatan yang turun juga berdampak pada laba perseroan sepanjang semester I tahun ini menjadi sebesar Rp 925,51 miliar. Angka tersebut anjlok 71,8% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023 yaitu Rp 3,28 triliun.
“Laba Perseroan untuk enam bulan pertama tahun 2024 menunjukkan penurunan karena adanya penurunan pendapatan dan peningkatan biaya cukai,” sebutnya.
Biaya pokok pendapatan mengalami penurunan sebesar 6,2% seiring dengan penurunan volume penjualan dan kenaikan biaya cukai sebesar 3,1%. Saat ini, komposisi biaya cukai dari total biaya pokok pendapatan naik menjadi 84,9% dibandingkan 77,3% pada periode yang sama di tahun 2023.
“Dalam menghadapi kenaikan cukai sebesar 11,5% untuk SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan 6,0% untuk SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada tahun 2024, Perseroan telah melakukan kenaikan harga di bulan Maret dan Mei,” ungkapnya.
Adapun total aset meningkat sebesar 3,4% atau Rp 2,8 triliun menjadi Rp 87,7 triliun, yang disebabkan oleh gabungan dari penurunan aset lancar 1,5% atau sebesar Rp 762 miliar dan kenaikan aset tidak lancar sebesar Rp 3,65 triliun atau 10,7%.
Sedangkan total liabilitas relatif stabil, hanya turn 0,2% menjadi Rp 25,9 triliun, berasal dari gabungan penurunan pinjaman jangka pendek sebesar 27,0% menjadi Rp 8,45 triliun, sementara utang cukai (termasuk PPN dan pajak rokok) meningkat sebesar 66,6% menjadi Rp 12,52 triliun seiring dengan adanya perubahan jangka waktu pembayaran cukai dari 2 bulan menjadi 3 bulan.
Neraca tetap menunjukkan posisi keuangan yang kuat dengan penurunan rasio utang terhadap ekuitas dari 44,2% menjadi 42,0%.